CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Jumat, 01 Mei 2009

Tentang LCD

Teman teman pasti sudah nggak asing lagi kan dengan istilah LCD nah kalian pasti nggak mau kan cuma tau apa itu LCD tapi nggak tau caranya kerjanya mau tau??????
baca deh cara kerjanya LCD di bawah ini:


LCD gimana sih kerjanya
Apa itu Liquid Crystal Display? Rasanya istilah itu sering sekali disebutsebut
di dunia elektronik. Tentu saja! Bentuk paling sederhana dari teknologi
LCD ini terdapat di kalkulator yang kita gunakan sehari-hari, atau penunjuk waktu
(timer) pada microwave saat memanggang kue, dan tampilan jam digital. Bentuk
paling canggih yang masih dapat kita nikmati di sekeliling kita ada pada layar
monitor komputer dan laptop. Bagaimana cara kerja LCD? Yuk kita buka
rahasianya satu per satu.
Gambar 1 Bentuk sederhana LCD pada layar kalkulator
Konsep Liquid Crystal (Kristal Cair)
Liquid Crystal diterjemahkan kristal cair. Aneh sekali... Bukankah kristal
itu seharusnya padat. Mana mungkin kristal itu berbentuk cair? Mengapa
digunakan nama yang aneh?
Padat dan cair merupakan dua sifat benda yang berbeda. Molekul-molekul
benda padat tersebar secara teratur dan posisinya tidak berubah-ubah, sedangkan
molekul-molekul zat cair letak dan posisinya tidak teratur karena dapat bergerak
acak ke segala arah. Pada tahun 1888, seorang ahli botani, Friedrich Reinitzer,
menemukan fase yang berada di tengah-tengah antara fase padat dan cair. Fase ini
memiliki sifat-sifat padat dan cair secara bersama-sama. Molekul-molekulnya
memiliki arah yang sama seperti sifat padat, tetapi molekul-molekul itu dapat
bergerak bebas seperti pada cairan. Fase kristal cair ini berada lebih dekat dengan
fase cair karena dengan sedikit penambahan temperatur (pemanasan) fasenya
langsung berubah menjadi cair. Sifat ini menunjukkan sensitivitas yang tinggi
terhadap temperatur. Sifat inilah yang menjadi dasar utama pemanfaatan kristal
cair dalam teknologi.
Gambar 2 Perbedaan karakteristik molekul
Untuk memahami sensitivitas kristal cair terhadap suhu, kita bisa
menggunakan yang dikenal sebagai mood ring. Mood ring dianggap sebagai
cincin ajaib yang punya daya magis yang dapat membaca emosi pemakainya. Saat
si pemakai sedang marah atau tegang batu cincin tersebut berubah warna menjadi
hitam, sedangkan saat sedang tenang batu berwarna biru. Berbagai emosi lainnya
bisa diketahui berdasarkan perubahan warna batu cincin magis ini. Magis
(magical)? Ataukah fisika (physical)? Tentu saja fisika! Karena batu cincin ini
diisi dengan materi kristal cair yang sangat sensitif terhadap perubahan suhu,
sekecil apa pun perubahannya. Perubahan suhu menyebabkan terpilinnya struktur
molekul (twist) sehingga panjang gelombang cahaya yang diserap atau
direfleksikan berubah pula. Perubahan suasana hati atau emosi si pemakai cincin
menyebabkan perubahan suhu tubuh yang kemudian mempengaruhi suhu kristal
cair yang terkandung dalam batu tersebut. Sewaktu suhu meningkat, molekul
kristal cair terpilin dan menyebabkan warna merah dan hijau lebih banyak diserap
dan warna biru lebih banyak direfleksikan sehingga warna yang terlihat adalah
biru tua. Warna ini menunjukkan keadaan hati yang sedang bahagia dan bergairah
karena saat bahagia suhu tubuh paling tinggi (pembuluh kapiler semakin
mendekati permukaan kulit dan melepaskan panas). Suhu tubuh minimum saat
sedang tegang karena pembuluh kapiler masuk semakin dalam sehingga suhu
turun (digambarkan dengan warna hitam sebagai warna yang ditunjukkan kristal
cair pada suhu terendah). Selain temperatur, kristal cair juga sangat sensitif
terhadap arus listrik (beda potensial). Prinsip semacam inilah yang digunakan
dalam teknologi LCD. Ini sebabnya layar laptop terkadang terlihat berbeda di
musim dingin atau saat digunakan di cuaca sangat panas.
Nematic Liquid Crystal
Jenis kristal cair yang digunakan dalam pengembangan teknologi LCD
adalah tipe nematic (molekulnya memiliki pola tertentu dengan arah tertentu).
Tipe yang paling sederhana adalah twisted nematic (TN) yang memiliki struktur
molekul yang terpilin secara alamiah (dikembangkan pada tahun 1967). Struktur
TN terpilin secara alamiah sebesar 90o (Gambar 5). Struktur TN ini dapat dilepas
pilinannya (untwist) dengan menggunakan arus listrik.
Gambar 3 Fase nematic
Gambar 4 Bahan bersifat nematic
Gambar 5 Ilustrasi Twisted Nematic (TN)
Pada Gambar 6, kristal cair TN (D) diletakkan di antara dua elektroda (C
dan E) yang dibungkus lagi (seperti sandwich) dengan dua panel gelas (B dan F)
yang sisi luarnya dilumuri lapisan tipis polarizing film. Lapisan A merupakan
cermin yang dapat memantulkan cahaya yang berhasil menembus lapisan-lapisan
sandwich LCD. Kedua elektroda dihubungkan dengan batere sebagai sumber arus.
Panel B memiliki polarisasi yang berbeda 90o dari panel F.
Gambar 6 Susunan sandwich layar LCD
Begini cara kerja sandwich ajaib ini. Cahaya masuk melewati panel F
sehingga terpolarisasi. Saat tidak ada arus listrik, cahaya lewat begitu saja
menembus semua lapisan, mengikuti arah pilinan molekul-molekul TN (90o),
sampai memantul di cermin A dan keluar kembali. Tetapi ketika elektroda C dan
E (elektroda kecil berbentuk segi empat yang dipasang di lapisan gelas)
mendapatkan arus, kristal cair D yang sangat sensitif terhadap arus listrik tidak
lagi terpilin sehingga cahaya terus menuju panel B dengan polarisasi sesuai panel
F. Panel B yang memiliki polarisasi yang berbeda 90o dari panel F menghalangi
cahaya untuk menembus terus. Karena cahaya tidak dapat lewat, pada layar
terlihat bayangan gelap berbentuk segi empat kecil yang ukurannya sama dengan
elektroda E (berarti pada bagian tersebut cahaya tidak dipantulkan oleh cermin A).
Gambar 7 Cahaya mengikuti bentuk
pilinan (tanpa arus)
Gambar 8 Cahaya mengikuti bentuk
untwisted TN (ada arus)
Sifat unik yang dapat langsung bereaksi dengan adanya arus listrik ini
dimanfaatkan sebagai alat ON/OFF LCD. Tetapi sistem ini masih membutuhkan
sumber cahaya dari luar. Komputer dan laptop biasanya dilengkapi dengan lampu
fluorescent yang diletakkan di atas, samping, dan belakang sandwich LCD supaya
dapat menyebarkan cahaya (backlight) sehingga merata dan menghasilkan
tampilan yang seragam di seluruh bagian layar.
Mudah bukan? Tetapi tunggu dulu, perancangan dan pembuatan LCD
tidak semudah konsepnya. Masalah pertama disebabkan tidak ada satu pun
senyawa TN yang sudah ditemukan yang dapat memberikan karakteristik paling
ideal. Wah, ini berarti kristal cair yang digunakan harus merupakan campuran
berbagai senyawa TN. Untuk mencampur senyawa-senyawa ini diperlukan
percobaan untuk menentukan formulasi terbaik, dan hal ini bukan hal mudah.
Kadang-kadang dibutuhkan sampai 20 macam senyawa TN untuk mendapatkan
karakteristik yang diinginkan. Bayangkan saja, mencampur dua macam senyawa
saja sudah sangat sulit karena karakteristik masing-masing (misalnya rentang
suhu) saling mempengaruhi. Belum lagi penentuan titik leleh campuran yang
terbentuk. Selain itu, kristal cair TN yang terpilin sebesar 90o membutuhkan beda
potensial sebesar 100% untuk mencapai posisi untwist (posisi ON). Wow!!! Besar
sekali! Dan sangat tidak efisien! Lalu bagaimana jalan keluarnya?
Super-Twisted Nematic dan Thin-Film Transistor
Pada tahun 1980, Colin Waters (Inggris) memberikan solusi bagi masalah
ini. Ia bersama Peter Raynes menemukan bahwa semakin besar derajat pilinan,
beda potensial yang dibutuhkan semakin kecil. Pilinan yang menunjukkan beda
potensial paling kecil adalah 270o (Gambar 9). Penemuan ini menjadi dasar
dikembangkannya Super-Twisted Nematic (STN) yang sampai sekarang
digunakan pada telepon selular sampai layar laptop.
Gambar 9 Persentase beda potensial STN (270o)
Pada waktu yang hampir bersamaan pula, Peter Le Comber dan Walter
Spear (juga dari Inggris) menemukan solusi lain dengan cara menggunakan bahan
semikonduktor silikon amorf untuk membuat Thin-Film Transistor (TFT) pada
tiap pixel TN. Metode ini menghasilkan tampilan dengan kualitas tinggi tetapi
memerlukan biaya produksi yang sangat mahal dan melibatkan proses pembuatan
yang rumit. Tentu saja rumit! Karena untuk menghasilkan gambar dengan kualitas
256 subpixel diperlukan sejumlah 256 pixel warna merah x 256 pixel biru x 256
pixel hijau. Tunggu sebentar! 256 x 256 x 256 = 16.8 juta. 16.8 juta transistor
super mini harus dibuat dan dilekatkan ke lapisan TN? Rumit dan melelahkan!
Tentu saja biayanya menjadi sangat mahal!
Tetapi seiring dengan semakin majunya teknologi, biaya pembuatan TFT
sedikit demi sedikit bisa ditekan karena ada penyederhanaan proses
pembuatannya. Tetapi STN pun tidak mau kalah saingan! Kualitas tampilan STN
semakin lama pun semakin baik sehingga keduanya terus bersaing ketat dan
mendominasi pasar.
Gambar 10 Tampilan gambar berkualitas tinggi di layar laptop
Perkembangan teknologi LCD semakin pesat dalam dekade terakhir.
Kepopuleran LCD terutama karena kualitas gambar yang baik, konsumsi energi
yang kecil, serta kekuatan materi kristal cair yang tidak pernah mengalami
degradasi. Penelitian lanjut terus dikembangkan untuk mencapai target yang
sangat bervariasi, mulai dari usaha memproduksi LCD untuk ukuran layar yang
semakin besar, sampai kemungkinan alternatif komponen dengan bahan plastik
yang lebih ringan. Sasaran utama yang paling dikejar sebagian besar produsen
adalah LCD yang tidak lagi menggunakan backlight. Tetapi apa pun tujuan
pengembangan teknologi yang sedang mengalami kemajuan pesat ini, semuanya
membutuhkan pemahaman dan penelitian fisika secara lebih mendalam.
Kemungkinan pengembangan yang dapat dilakukan masih sangat luas. Siapa pun
bisa menghasilkan solusi-solusi baru yang lebih canggih dan diterima masyarakat
sebagai kemajuan teknologi modern. Bagaimana dengan Indonesia? Ada yang
mau berpartisipasi? Ada yang berminat mengikuti jejak Pierre-Gilles de Gennes
yang pernah memenangkan Nobel Fisika (1991) karena ‘iseng’ melakukan
penelitian tentang penyebaran cahaya pada materi kristal cair ini? Yang pasti
kesempatan masih terbuka lebar. Makanya, yuk… kita ramai-ramai belajar fisika!
(Yohanes Surya).

0 komentar: